Selasa, 26 Februari 2013

Melindungi Hutan Demi Satwa Langka dan Kesejahteraan ManusiaIndonesia akan tetapkan 1 juta hektar kawasan lindung baru





Pemerintah Indonesia menyatakan komitmennya melindungi hutan dengan mencanangkan 12 kawasan lindung baru seluas sekitar 1 juta hektar, termasuk Tesso Nilo di Riau, Sumatera dan Sebangau, Kalimantan Tengah pada tahun 2004. Hal itu disampaikan secara tertulis oleh Koes Saparjadi, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan pada acara tambahan COP7 Konvensi Keanekaragaman Hayati.

“Indonesia adalah salah satu negara megabiodiversity, tapi kini hutan kita sangat terancam. Penebangan liar, konversi hutan, fragmentasi dan kerusakan habitat adalah beberapa sebab utama hilangnya keragaman hayati di Indonesia. Jika trend ini terus berlangsung, hutan yang paling kaya ini akan musnah, jelas Koes Saparjadi pada acara tambahan yang diselenggarakan Departemen Kehutanan dan WWF Indonesia.

Dikatakannya, kesejahteraan masyarakat setempat adalah kunci sukses konservasi. Dicontohkannya usaha WWF Indonesia, Dephut dan pihak lain mencari sumber penghasilan berkelanjutan bagi warga. Kini warga Tesso Nilo dan Sebangau memiliki sumber penghasilan alternatif yang potensial berupa usaha madu hutan.

Tesso Nilo, terletak di tengah provinsi Riau, adalah salah satu kawasan hutan hujan dataran rendah terbesar di Sumatera. Survey terakhir menunjukkan bahwa di Riau hanya terdapat sekitar 350 gajah Sumatera. Riset WWF di Tesso Nilo menemukan ada 218 spesies tanaman di plot seluas 200 m2—catatan tertinggi di dunia. Sementara kawasan Sebangau, Kalimantan Tengah, adalah hutan rawa gambut tersisa yang menjadi tempat hidup bagi 2,500 – 4,500 Orang-utan Borneo langka. Hutan penting ini akan hilang seluruhnya jika area ini terus ditebangi, dikeringkan dan diubah peruntukannya.

“Kawasan Tesso Nilo bukan sekedar rumah untuk gajah dan harimau, terbukti bahwa kawasan ini adalah yang terkaya di dunia untuk keragaman tanaman. Melindungi Tesso Nilo akan menuntaskan secara nyata konflik manusia – satwa liar, sekaligus membuktikan bahwa usaha konservasi dapat berjalan seiring dengan pembangunan ekonomi, kata Rusli Zainal, Gubernur Riau.

“Kegagalan proyek “sejuta hektar lahan gambut” memberi kita pelajaran yang menyakitkan: bahwa kita harus memilih strategi pembangunan yang menempatkan lingkungan sebagai faktor terpenting. Menyelamatkan Sebangau sangat penting baik bagi kesejahteraan masyarakat setempat maupun pelestarian orang-utan – keduanya saling terkait,” kata Drs. H. Asmawi Agani, Gubernur Kalimantan Tengah. 

Kemitraan untuk Konservasi
Direktur Eksekutif WWF Indonesia, Mubariq Ahmad, menyatakan ancaman terbesar bagi konservasi hutan-- penebangan liar dan konversi hutan-- telah menjadi masalah global. “Ancaman ini terlalu besar jika hanya ditangani oleh satu organisasi sendirian. Gerakan bersama konservasi lintas-batas menjadi makin penting.” 

“Di Kalimantan, kini WWF memotori gerakan konservasi lintas-batas yang melibatkan berbagai pihak dan mitra dari Indonesia, Malaysia dan negara lainnya. Gerakan tersebut bernama “Jantung Borneo”. Tesso Nilo Sebangau, dan Jantung Borneo perlu dukungan semua konstituen dan mitra kami, termasuk komunitas internasional untuk memastikan bahwa kekayaan dan keunikan keragaman hayati kawasan ini dilindungi demi kepentingan kesejahteraan warga setempat dan manfaat bagi lingkungan global,” jelas Mubariq Ahmad.

Sementara, dukungan nyata CEPF (Critical Ecosystem Partnership Fund) untuk kegiatan WWF di Tesso Nilo akan membantu terciptanya kawasan lindung baru ini. Sebagai bagian dukungan jangka panjangnya, CEPF membantu WWF dan mitranya untuk menjamin tersedianya pendanaan berkelanjutan bagi Tesso Nilo. **


Sumber: WWF 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar