Pemerintah Indonesia menyatakan komitmennya melindungi hutan dengan
mencanangkan 12 kawasan lindung baru seluas sekitar 1 juta hektar,
termasuk Tesso Nilo di Riau, Sumatera dan Sebangau, Kalimantan Tengah
pada tahun 2004. Hal itu disampaikan secara tertulis oleh Koes
Saparjadi, Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen
Kehutanan pada acara tambahan COP7 Konvensi Keanekaragaman Hayati.
“Indonesia adalah salah satu negara megabiodiversity, tapi kini hutan
kita sangat terancam. Penebangan liar, konversi hutan, fragmentasi dan
kerusakan habitat adalah beberapa sebab utama hilangnya keragaman hayati
di Indonesia. Jika trend ini terus berlangsung, hutan yang paling kaya
ini akan musnah, jelas Koes Saparjadi pada acara tambahan yang
diselenggarakan Departemen Kehutanan dan WWF Indonesia.
Dikatakannya, kesejahteraan masyarakat setempat adalah kunci sukses
konservasi. Dicontohkannya usaha WWF Indonesia, Dephut dan pihak lain
mencari sumber penghasilan berkelanjutan bagi warga. Kini warga Tesso
Nilo dan Sebangau memiliki sumber penghasilan alternatif yang potensial
berupa usaha madu hutan.
Tesso Nilo, terletak di tengah provinsi Riau, adalah salah satu kawasan
hutan hujan dataran rendah terbesar di Sumatera. Survey terakhir
menunjukkan bahwa di Riau hanya terdapat sekitar 350 gajah Sumatera.
Riset WWF di Tesso Nilo menemukan ada 218 spesies tanaman di plot seluas
200 m2—catatan tertinggi di dunia. Sementara kawasan Sebangau,
Kalimantan Tengah, adalah hutan rawa gambut tersisa yang menjadi tempat
hidup bagi 2,500 – 4,500 Orang-utan Borneo langka. Hutan penting ini
akan hilang seluruhnya jika area ini terus ditebangi, dikeringkan dan
diubah peruntukannya.
“Kawasan Tesso Nilo bukan sekedar rumah untuk gajah dan harimau,
terbukti bahwa kawasan ini adalah yang terkaya di dunia untuk keragaman
tanaman. Melindungi Tesso Nilo akan menuntaskan secara nyata konflik
manusia – satwa liar, sekaligus membuktikan bahwa usaha konservasi
dapat berjalan seiring dengan pembangunan ekonomi, kata Rusli Zainal,
Gubernur Riau.
“Kegagalan proyek “sejuta hektar lahan gambut†memberi kita
pelajaran yang menyakitkan: bahwa kita harus memilih strategi
pembangunan yang menempatkan lingkungan sebagai faktor terpenting.
Menyelamatkan Sebangau sangat penting baik bagi kesejahteraan masyarakat
setempat maupun pelestarian orang-utan – keduanya saling terkait,â€
kata Drs. H. Asmawi Agani, Gubernur Kalimantan Tengah.
Kemitraan untuk Konservasi
Direktur Eksekutif WWF Indonesia, Mubariq Ahmad, menyatakan ancaman
terbesar bagi konservasi hutan-- penebangan liar dan konversi hutan--
telah menjadi masalah global. “Ancaman ini terlalu besar jika hanya
ditangani oleh satu organisasi sendirian. Gerakan bersama konservasi
lintas-batas menjadi makin penting.â€
“Di Kalimantan, kini WWF memotori gerakan konservasi lintas-batas yang
melibatkan berbagai pihak dan mitra dari Indonesia, Malaysia dan negara
lainnya. Gerakan tersebut bernama “Jantung Borneoâ€. Tesso Nilo
Sebangau, dan Jantung Borneo perlu dukungan semua konstituen dan mitra
kami, termasuk komunitas internasional untuk memastikan bahwa kekayaan
dan keunikan keragaman hayati kawasan ini dilindungi demi kepentingan
kesejahteraan warga setempat dan manfaat bagi lingkungan global,â€
jelas Mubariq Ahmad.
Sementara, dukungan nyata CEPF (Critical Ecosystem Partnership Fund)
untuk kegiatan WWF di Tesso Nilo akan membantu terciptanya kawasan
lindung baru ini. Sebagai bagian dukungan jangka panjangnya, CEPF
membantu WWF dan mitranya untuk menjamin tersedianya pendanaan
berkelanjutan bagi Tesso Nilo. **
Sumber: WWF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar