Berapa
lembar kertas yang Anda gunakan setiap hari? Berapa gelas kopi Anda
minum sehari-hari? Berapa banyak gorengan Anda nikmati? Berapa banyak
bahan dari minyak sawit yang Anda gunakan? Sangat banyak barangkali.
Apalagi bila Anda tinggal di kota besar yang gaya hidupnya tak lepas
dari barang-barang itu.
Namun,
tahukah Anda bahwa dengan mengurangi konsumsi kopi, minyak sawit dan
bahan turunannya, serta penggunaan kertas, Anda bisa ikut menyelamatkan
hutan di Sumatera? Pasalnya, hutan yang dahulu menjadi habitat berbagai
jenis hewan dan penyimpanan air tanah itu kini telah banyak diubah
fungsinya, baik untuk perkebunan kopi, kelapa sawit, atau pohon bahan
baku kertas untuk memenuhi kebutuhan orang kota. Tak heran jika hutan di
beberapa daerah pedalaman rusak.
"Situasi
hutan Sumatera kini membutuhkan perhatian dari banyak orang. Produksi
kertas, kelapa sawit, dan kopi yang diolah untuk kepentingan masyarakat
kota telah merusak hutan di Sumatera," kata Communications Manager World
Wildlife Fund Indonesia (WWF) Desmarita Murni dalam kampanye "Ayo
Jelajahi Hutan Sumatera", Jumat (22/8). Kampanye yang diusung WWF
Indonesia itu digelar dengan tujuan menumbuhkan kesadaran masyarakat
kota bahwa pola hidup mereka berpengaruh pada ekosistem hutan di
Sumatera.
Menurut
Desmarita, kondisi hutan di Sumatera amat memprihatinkan. "Dalam kurun
waktu 1995 sampai 2007 jumlah organisme penutup permukaan hutan Sumatera
yang hilang mencapai 48 persen. Kini jumlah sumber daya alam yang dapat
digunakan hanya tersisa 30 persen saja. Itu pun telah digunakan untuk
produksi kertas, kopi, dan kelapa sawit," ucap Desmarita.
Data
dari WWF Indonesia menyebutkan, jumlah satwa di hutan Sumatera juga
ikut menurun drastis. Populasi harimau sumatera (Panthera tigris
sumatrae) yang ada di alam tinggal 400 ekor, sementara populasi badak
sumatera kurang dari 300 ekor. Penurunan populasi juga terjadi pada
orangutan dan gajah sumatera. Jumlah orangutan yang tersisa adalah 6.500
ekor dan populasi gajah 2.400-2.800 ekor.
Desmarita
mengatakan, sebenarnya banyak yang bisa dilakukan masyarakat kota untuk
menyelamatkan hutan Sumatera. "Masyarakat harus bisa menghemat dan
mengurangi konsumsi produk yang menghilangkan habitat hidup, misalnya
mengurangi penggunaan kertas. Alasannya, satu rim kertas telah
mengorbankan dua meter persegi hutan alam serta merusak habitat harimau,
gajah, dan orangutan di Sumatera," paparnya.
Selain
itu, lanjut Desmarita, cara lain yang bisa dilakukan masyarakat adalah
dengan tidak memelihara satwa-satwa yang hampir punah. "Satwa seperti
harimau dan orangutan tidak boleh dibeli masyarakat untuk dijadikan
hewan peliharaan. Alam adalah rumah mereka," ujarnya.
Penghijauan
kembali hutan Sumatera juga bisa menjadi alternatif tersendiri. Hutan
yang gundul telah memengaruhi populasi secara umum. Tidak hanya satwa,
manusia pun ikut mengalami dampak negatif penggundulan hutan. "Banjir,
longsor, dan kebakaran hutan adalah contoh dampak negatif yang dirasakan
manusia," kata Desmarita.
Menurutnya,
kesadaran masyarakat untuk berpartisipasi menyelamatkan hutan Sumatera
perlu ditingkatkan. "Masyarakat masih diliputi semangat perayaan ulang
tahun kemerdekaan RI. Dengan semangat yang sama, ada baiknya masyarakat
sadar bahwa kemerdekaan bukan hanya soal bebas dari penjajahan, tapi
juga soal kepedulian terhadap lingkungan," kata Desmarita.(Sumber: www.kompas.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar