Pemanfaatan tanaman hutan berkhasiat obat untuk industri jamu di
Kalimantan Selatan masih rendah. Dari ribuan jenis tanaman yang
diperkirakan berkhasiat obat, baru sebagian yang dimanfaatkan.
Kepala
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kalsel
Suryatinah dan Kepala Dinas Kesehatan Kalsel Rosihan Adhani, dalam
kesempatan terpisah, di Banjarmasin, mengatakan, masih banyak tanaman
obat yang belum tereksploitasi.
Menurut Suryatinah, Senin (3/9),
tanaman obat yang sudah dimanfaatkan menjadi jamu baru beberapa, seperti
pasak bumi untuk kesehatan dan vitalitas pria, tabat barito untuk
kesehatan dan vitalitas perempuan, serta rumput fatima untuk kesuburan
dan kesehatan.
Tanaman lain baru sebatas dimanfaatkan sebagai
unsur pemelihara kesehatan oleh masyarakat pedalaman. ”Sejauh ini,
manfaat tanaman sudah diketahui masyarakat. Namun, jika hendak
dikembangkan, perlu penelitian lebih mendalam,” kata Suryatinah di
sela-sela pemaparan hasil kajian etnobotani dalam rangka persiapan
pembuatan Kebun Raya Kalsel.
Hasil penelitian
Balitbangda
baru saja melakukan penelitian. Hasilnya, terdapat 177 jenis tanaman
obat yang diperoleh di tujuh dari 13 kabupaten/kota di Kalsel. Hasil
eksplorasi itu masih harus dipilah lagi yang sejenis.
Tanaman
yang sudah diteliti antara lain nyenyiuran yang dipercaya masyarakat
pedalaman sebagai obat kanker, uduk-uduk atau karang munting sebagai
obat gangguan hati, gagali sebagai obat diare, dan rumput lelancang
untuk merawat kesehatan perempuan pasca-persalinan.
Selain
pemanfaatan tanaman obat masih rendah, menurut Rosihan, ada
kecenderungan pabrik jamu di Kalsel makin berkurang. Dari catatan Dinas
Kesehatan, 10 tahun lalu masih terdapat 26 pabrik jamu, saat ini tinggal
tujuh pabrik.
Rosihan menduga masuknya jamu dari luar menjadi
penyebab kalah bersaingnya pabrik jamu lokal. ”Tuntutan konsumen semakin
tinggi. Masyarakat mencari produk yang sudah melalui pengujian dan
terjamin kualitasnya. Ini menjadi tantangan bagi produsen lokal,”
ujarnya.
Menurut dia, pihaknya akan membuat sentra pengembangan
dan pengobatan tradisional (SPPT). Melalui SPPT akan diteliti tanaman
yang memiliki khasiat obat dari sejumlah daerah di Kalsel. Setelah itu,
baru dicarikan industri jamu dan dibantu pemasarannya.
”Kami akan
mendukung dari segi kualitas dan higienitas. Kami sekarang sedang
merintis integrasi pelayanan kesehatan modern dengan obat herbal. Ada
rumah sakit yang melayani pasien dengan obat modern dan herbal,”
katanya.
Sumber: http://health.kompas.com