Meskipun
sudah terjadi peningkatan status dari hutan produksi terbatas menjadi
taman wisata alam, kawasan hutan pusat konservasi gajah seblat bengkulu
semakin kritis. Selain karena dikelilingi oleh perkebunan sawit, kawasan
ini juga terancam dari perambahan dan pembukaan untuk pertambangan.
Bengkulu (ANTARA Bengkulu) - Beberapa kawasan hutan yang menjadi
habitat satwa langka di Provinsi Bengkulu kondisinya semakin kritis
akibat perambahan liar dan rencana pembukaan pertambangan batu bara.
Koordinator Pusat Konservasi Gajah Seblat Erni Suyanti Musabine di
Bengkulu, Selasa, menyebutkan salah satu kawasan yang semakin terancam
adalah Taman Wisata Alam (TWA) Pusat Konservasi Gajah (PKG) di Seblat,
Kabupaten Bengkulu Utara.
Kawasan yang menjadi habitat puluhan gajah liar dan satwa langka
lainnya yakni harimau Sumatra (Phantera tigris Sumatrae) dan beruang
madu (Helarctos malayanus) itu, terus diincar para pemodal untuk
mengeruk potensi batu bara setempat.
Menurut Erni Suyanti, hingga saat ini terdapat lebih dari empat
permintaan izin untuk melakukan eksplorasi batu bara di kawasan seluas
7.000 hektare lebih itu. "Permohonan untuk melakukan eksplorasi batu
bara terus berdatangan, padahal PKG Seblat baru dinaikkan statusnya
menjadi taman wisata alam," katanya.
Sebelumnya kata dia, PKG Seblat berstatus Hutan Produksi Terbatas
dengan fungsi khusus. Melalui keputusan Menteri Kehutanan nomor
SK.643/Menhut-II/2011 tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi
Bukan Kawasan Hutan Seluas 2.192 hektare, Perubahan Antarfungsi Kawasan
Hutan Seluas 31.013 hektare, dan Penunjukkan Bukan Kawasan Hutan
Menjadi Kawasan Hutan seluas 101 hektare di Provinsi Bengkulu yang
dirilis pada 10 November 2011, PKG Seblat berubah menjadi TWA.
Namun, seluas lebih 500 hektare berubah menjadi kawsan hutan yang
dapat dikonversi. "Ini yang mengkhawatirkan karena kawasan seluas 500
hektare itu merupakan habitat gajah liar dan satwa langka lainnya,"
katanya.
Selain menjadi habitat 19 ekor gajah binaan BKSDA, sebanyak 80 ekor
populasi gajah liar diperkirakan masih terdapat di dalam kawasan hutan
itu. Ia mengatakan kawasan seluas lebih 7.000 hektare itu memiliki
potensi sumberdaya alam keanekaragaman flora fauna yang tinggi, bentang
alam yang indah dari sebagian ekosistem asli hutan hujan dataran rendah
yang masih tersisa di Provinsi Bengkulu.
Sejumlah penelitian tentang hasil identifikasi kekayaan jenis flora
dan fauna, lanskap dan obyek wisata lainnya sebagai potensi atraksi
wisata pada jalur patroli hutan yang terpilih untuk jalur wisata.
Anggota Dewan Daerah Walhi Bengkulu, Barlian mengatakan tingginya
konflik satwa di Provinsi Bengkulu tidak lain akibat alih fungsi kawasan
hutan, terutama menjadi lahan perkebunan dan pertambangan. "Seperti PKG
Seblat yang merupakan benteng terakhir dari habitat satwa liar di
Bengkulu tetapi terus diincar untuk pertambangan," katanya.
Ia juga mempertanyakan keputusan Menteri Kehutanan yang melepaskan
500 hektare kawasan PKG Seblat dan menurunkan fungsinya menjadi kawasan
hutan yang dapat dikonversi. "Ini akal-akalan karena hasil penelusuran
kami di lapangan, kawasan seluas 500 hektare itu justru merupakan tempat
hidup gajah liar dan satwa langka lainnya," katanya.
Menurutnya, pertambangan batu bara di sekitar PKG Seblat, apalagi di
dalam kawasan hutan itu akan menghancurkan habitat satwa langka
dilindungi, terutama gajah liar Sumatra yang baru saja dinaikkan
statusnya menjadi terancam punah (critically endangered). (rni)
Sumber:
ANTARA News
Tidak ada komentar:
Posting Komentar