Rabu, 13 Maret 2013

HTI ancam hutan dan satwa dilindungi di Kalbar


Pemberian izin pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) tidak saja menimbulkan konflik dengan msyarakat lokal seperti yang sudah-sudah, tetapi juga mengancam kelestarian hutan alam dan satwa dilindungi yang ada di Kalimantan Barat. Pemerintah daerah hendaknya tegas dan tidak memberikan rekomendasi. Salah satu LSM menyebutkan jika HTI memang legal, tapi tidak lestari.

"Potensi konflik juga akan terjadi di wilayah-wilayah HTI yang sudah beroperasi. maupun di lokasi pencadangan. Karena di lokasi tersebut terdapat beberapa titik desa." tutur Asmungin.

Pontianak, Aktual.co —Rencana pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) seyogyanya juga disikapi sebagai early warning (peringatan dini) bagi pemerintah daerah. Karena kebijakan HTI yang tidak cermat, bisa mengancam kelestarian hutan alam, dan mengarah pada deforestasi.
Hutan Alam di Kalbar Mulai Gundul (FOTO: Aktual.co/Aceng Mukarram)
Hutan Alam di Kalbar Mulai Gundul (FOTO: Aktual.co)
Bahkan ihwal yang lebih merisaukan di dalam realisasinya adalah cenderung memicu konflik dengan masyarakat. Terutama menyangkut soal bentang dan rentang luasan pengembangan HTI, niscaya banyak bersinggungan dengan perkampungan warga.
"Luasan itu ketika ditilik dari peta persebaran kampung di Kalbar, banyak bersinggungan, bahkan berada di dalam kawasan yang dicadangkan untuk pengembangan HTI," ungkap staf WWF Kalbar, Ian Hilman, dalam diskusi terbatas masalah HTI di lembaga Titian Pontianak, Minggu 24 Februari 2013.
Melalui siaran persnya, Ian Hilman mengingatkan Pemprov Kalbar untuk lebih cermat menyimak SK Menteri Kehutanan nomor 3803/Menhut-VI-BRPUK/2012, yang menyatakan bahwa pencadangan luasan HTI di Kalbar mencapai 827.614 hektar, Padahal luasan tersebut mencakup banyak wilayah perkampungan penduduk.
Direktur Lembaga Lingkaran Advokasi dan Riset (Link-AR) Borneo, Asmungin, memaparkan jika kita berkaca dari keadaan sekarang, terlihat banyak konflik yang melibatkan masyarakat justru berada di lokasi HTI. Contoh di desa Nanga Sejirak, Kabupaten Sintang pada tahun 2010. Contoh lain, soal tuntutan masyarakat terhadap PT ATP di Desa Labai Kecamatan Simpang Hulu kabupaten Ketapang pada akhir tahun 2012 terkait kontribusi perusahaan bagi masyarakat.
"Potensi konflik juga akan terjadi di wilayah-wilayah HTI yang sudah beroperasi. maupun di lokasi pencadangan. Karena di lokasi tersebut terdapat beberapa titik desa." tutur Asmungin.
Tercatat lahan yang dicadangkan di dalam konsesi HTI PT Finantara Intiga, berada di sebelas desa di Kecamatan Balai Sebut. Kemudian di Kecamatan Bonti,Kembayan kabupaten Sanggau, Bahkan malah membentang sampai ke Kabupaten Sintang. "Padahal yang sudah definitif atau yang telah eksis saja terdapat 24 desa di lokasi HTI PT itu," tandas Asmungin.
Asmungin menjelaskan selama ini ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat tinggi, baik untuk pemenuhan kebutuhan pangan, sumber pendapatan, eksistensi kebudayaan, dan lain-lain.
HTI di Kalbar berdasarkan data Balai Pemantauan Pemanfaatan Hutan Produksi (BP2HP) Wilayah X Pontianak, menurut Direktur Titian, Sulhani, telah mencapai luas 2.429.807 hektar. Luasan ini di luar pencadangan HTI yang mencapai 827.614 hektar.
"Ke depan HTI berpotensi mengancam keberadaan hutan alam di Kalbar. Mengingat di dalam izin HTI tersebut masih terdapat hutan alam yang menjadi habitat satwa liar yang dilindungi," tandas Sulhani.
Untuk itu, Titian mengimbau segenap pemerintah daerah di seantero Kalbar untuk tidak mudah dan lebih berhati-hati dalam memberikan rekomendasi izin HTI. Mengingat posisi pemerintah daerah kini memiliki wewenang untuk memutusakan memberikan rekomendasi atau tidak.
"Rencana strategis (Renstra) Kemenhut menetapkan target pembangunan HTI mencapai 9 juta hektar. Padahal kondisi faktual pada tahun 2011, luas HTI di Indonesia sudah mencapai 10 juta hektar. Karena itu Kemenhut jangan lagi memberikan izin HTI dulu. Ini penting demi menjaga pola pengelolaan hutan yang legal tapi tetap lestari. Maaf saja, HTI itu legal. tapi tidak lestari," sindir Sulhani. 

Sumber: http://www.aktual.co

Tidak ada komentar:

Posting Komentar